Tatum, a Sumbawanese artist, on raising children in Sweden

Di Yuk Baca, kami suka belajar dari hal satu ke hal yang lain, mendengar orang lain bercerita tentang pengalamannya, dan sangat ingin belajar tentang kebudayaan lainnya. Oleh sebab itu, kami akan secara rutin menyajikan wawancara dengan para orang tua Indonesia yang sedang membesarkan anak-anak di seluruh dunia, serta orang tua asing yang membesarkan anak-anak mereka di berbagai bagian Indonesia. Pada edisi sebelumnya, kami mewawancarai Vi, pendiri Yuk Baca yang berasal dari Prancis dan saat ini tinggal di Indonesia. Hari ini, mari kita kenalan dengan Tatum yang tinggal di Swedia bersama keluarganya.

My background  

Halo, nama saya Tatum, saya adalah seorang seniman lintas budaya yang tinggal di Swedia. Saya berasal dari Sumbawa Besar, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Saya tumbuh di lingkungan multikultural yang membuat saya memiliki perspektif yang lebih luas terhadap seni. Karya-karya seni saya adalah benar-benar sebuah refleksi dari warisan budaya saya.

Pada tahun 2010, Swedia menjadi rumah saya. Saya menikah dengan seorang pria Swedia dan kami memiliki dua putri, yang tertua bernama Saga berusia 7 tahun dan Selma berusia 6 tahun.

At Mont Saint Michel, France

Tentang Bahasa

Hidup di negara yang terindustrialisasi seperti Swedia adalah suatu keistimewaan. Sistem kesejahteraan, kesehatan, dan pendidikan di Swedia termasuk yang terbaik di dunia. Oleh karena itu, membesarkan anak-anak di sini tidak seberat di negara asal saya, Indonesia.

Di sisi lain, membesarkan anak-anak multikultural memiliki tantangannya sendiri, salah satunya dalam melestarikan bahasa. Kami memutuskan untuk menggunakan bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia di rumah, sementara anak-anak kami berbicara dalam bahasa Swedia di sekolah. Saya juga membeli beberapa buku anak-anak berbahasa Indonesia, tetapi sayangnya penggunaan Bahasa Indonesia tetap terbatas.

Kami pergi ke Prancis pada bulan Agustus untuk mengunjungi teman, dan saya melihat seberapa besar minat anak-anak saya terhadap bahasa asing. Pada akhirnya, saya percaya bahwa tumbuh dalam lingkungan multi-bahasa dan berbicara lebih dari satu bahasa sangat baik untuk perkembangan otak mereka.

Tentang Makanan

Dalam hal makanan, anak-anak saya lebih suka makanan Swedia yang sederhana, seperti Stuvade makaroner (Makaroni dimasak dengan susu disajikan dengan bola daging Swedia atau sosis) yang mudah dibuat karena bahan-bahanya mudah didapat.

Kalau saya pribadi, lebih suka makanan Indonesia. Seringnya, ada tiga jenis masakan yang disajikan di meja makan, sehingga waktu memasak jadi waktu yang paling sibuk dalam sehari!

Stuvade makaroner (credit: Ingmar App)

Tentang Berkegiatan di Luar dan Membiarkan Bayi Tidur di Luar Ruangan

Swedia terkenal dengan cuacanya yang ekstrem, dan kami tentu harus menyiapkan pakaian hangat untuk musim dingin yang berat. Keluarga Swedia senang menghabiskan waktu di luar rumah sepanjang tahun, dan anak-anak sudah terbiasa melakukannya sejak lahir.

Mengenai membiarkan bayi tidur di luar ruangan, ini adalah kebiasaan umum di Swedia. Meskipun cuaca dingin, banyak orangtua di sini percaya bahwa tidur di luar membawa manfaat kesehatan bagi bayi, seperti meningkatkan kualitas tidur dan ketahanan tubuh. Tentu saja, keamanan dan kenyamanan bayi harus selalu dipastikan.

Picnic and ice skating on a frozen lake
Looking for mushrooms in the forest nearby

Di negara-negara Nordik, sangat normal untuk membiarkan bayi tidur di luar, bahkan ketika suhu jauh di bawah 0 derajat Celsius. Bayi dibiarkan tidur di dalam stroller mereka, sementara orang tua berbelanja atau menikmati kopi di dalam ruangan. Pada awalnya, saya merasa hal ini sangat aneh, tetapi mereka sudah terbiasa melakukannya. Para bidan akan menyarankan untuk melakukan hal ini dan secara umum dianggap dapat meningkatkan kesehatan serta sebagai cara untuk mengekspresikan tradisi budaya kuno.

My daughter taking a nap after ice skating

Bercerita tentang Warisan Budaya kepada Putri-putri Saya

Tumbuh dalam lingkungan multikultural bisa menjadi hal yang menarik, tetapi juga sangat rumit dan menjadi sangat membingungkan. Sebagai seorang ibu, menjadi tanggung jawab saya untuk menyampaikan warisan budaya saya kepada anak-anak sebagai akar dari identitas mereka.

I was one of the artists selected for a cultural exchange event between Indonesia and Sweden (Feb 2023 at National Museum of Indonesia, Jakarta).

Seiring berjalannya waktu, saya menyadari bahwa akses terhadap budaya Indonesia sangat terbatas di negara-negara Nordik. Pada tahun 2020, saya memulai pertukaran budaya antara Indonesia dan Swedia, yang juga merupakan bagian dari upaya saya sebagai seorang ibu untuk meneruskan warisan budaya saya kepada anak-anak.

Saya sangat dekat dengan budaya Sumbawa di mana saya mempelajari norma tertentu, rasa hormat, keyakinan, dan spiritualitas. Saya berbagi hal itu dengan anak-anak saya kapan pun saya bisa: tentang bagaimana cara berbicara dengan para orang tua, menonton pertunjukan tarian tradisional Indonesia bersama-sama, atau mengenakan pakaian tradisional Indonesia.

Wearing a traditional dress from Sumbawa, where I was born.

Anak-anak saya juga suka melihat saya membuat karya seni, mereka sangat ingin tahu tentang warna, simbol, atau bahkan makna lukisan saya. Sebagian besar lukisan saya terinspirasi oleh budaya Indonesia, yang merupakan salah satu cara lain untuk memaparkan mereka pada warisan budaya saya.

Terima kasih Tatum, telah berbagi wawasan anda dengan kami! Untuk mempelajari lebih lanjut tentang Tatum dan karyanya, silakan kunjungi situs web dan halaman IG-nya.


At Yuk Baca, we love learning from one another, hearing from other people’s experiences and are really curious about other cultures. This is why we will regularly feature interviews of Indonesian parents who are raising children around the world, as well as foreign parents raising their children in all parts of Indonesia. In our last edition, we interviewed Vi, Yuk Baca’s founder who is from France and currently lives in Indonesia.  Today, let’s meet Tatum who lives in Sweden with her family. 

My background 

Hi there, my name is Tumi and I am a cross-cultural artist living in Sweden, originally from Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat Province in Indonesia. I grew up in a multicultural environment which gave me a wider perspective in art. My artworks are really a reflection of my cultural heritage. www.tatummaya.com @tatummaya

In 2010, Sweden became my home. I married a Swedish man and we share two daughters, the oldest Saga is 7 years old and Selma is 6 years old. 

On Language

Living in a industrialized nation such as Sweden is a real privilege. The Swedish welfare, health care and education system is one of the best in the world therefore raising children here is not as difficult as it would be in my home country Indonesia. 

On the other hand, raising multicultural children has its own challenges, like preserving language. We decided to use English and Bahasa Indonesia at home and our kids speak Swedish at school. I also bought some Indonesian children books but Bahasa Indonesia remains minimal unfortunately. 

We went to France this August to visit friends and I noticed how much my kids are interested in foreign languages. Ultimately, I believe that growing up in a multilingual environment and speaking more than one language is very good for their brain development.

On Food

In terms of food, my kids prefer simple Swedish food, such as Stuvade makaroner (Macaroni cooked with milk served with Swedish meatballs or sausage). This works well since we have easy access to those ingredients. 

I personally prefer Indonesian food, and some days 3 different cuisines are represented on the dinner table, which makes cooking time the busiest time of the day!

On spending time outdoors and letting babies nap outside 

Sweden is known for its extreme weather, and we definitely have to prepare warm clothes for the harsh winter. Swedish families love spending time outdoors all year round and kids are conditioned to do so since birth. 

In Nordic countries, it is totally normal to let babies take naps outside, even when the temperatures are well below 0. Babies are left to sleep in their pushchairs, while parents shop or enjoy coffee indoors. The practice seemed really strange to me at first, but it’s a very popular practice. Midwives encourage it and it is widely seen as a health boost and serves as a way to express age-old cultural traditions.

Sharing my cultural heritage with my daughters 

Growing up in a multicultural environment can be fascinating but also very complex and of course complexity can be very overwhelming. It is my responsibility as a mother to transmit my cultural heritage  to my kids as the root of their identity. 

Over the years, I realized that there is very little access to Indonesian culture in Nordic countries. In 2020, I started a cultural exchange between Indonesia and Sweden, which is also part of my effort as a mother to pass on my cultural heritage to my kids. 

I am so close to my Sumbawanese culture where I learned about specific cultural norms, respect, beliefs and spirituality. I share that with my kids whenever I can: how we talk to elders, watching Indonesian traditional dance shows together, or wearing Indonesian traditional dresses. 

My kids also love to see me working on my art, they are so curious about the colors, symbols or even the meaning of my paintings. Most of my paintings are inspired by Indonesian culture, that is one other way I expose them to my cultural heritage. 

Thank you Tatum for sharing your insight with us! To learn more about Tatum and her work, please hear to her website and IG page.